Jakarta, otoritas.co.id – Pengamat Politik Nasional Musa Marasabessy,SH hadir dalam diskusi di Restoran Gado-gado Boplo Jakarta bersama para Komunitas dan Organisasi yang berada di DKI Jakarta.
.
Musa Marasabessy sampaikan bahwa Pemilihan Kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup : (1) Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Provinsi, (2) Bupati dan Wakil Bupati untuk Kabupaten, (3) Walikota dan Wakil Walikota untuk kotamadya.
Musa Marasabessy menjelaskan, Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005, dilaksanakan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.
“Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.”, ujar Musa Marasabessy dalam pemaparannya.
Musa Marasabessy meneruskan, Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang “pembangunan” demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada.
“Jadi, sebaiknya kita kembalikan kepada Rakyat sebagai mandataris kekuasaan tertinggi untuk menentukan para Wakilnya, Pemimpinnya dan lainnya. Sebaliknya, pemerintah tidak serta merta menunjuk para Kepala Daerah yang mereka benar-benar di Pilih Rakyat dimasing-masing wilayahnya”, ujar Musa Marasabessy menutup dialognya.